Kejujuran dalam Kebohongan
Pagi
yang cerah untuk insan muda mencari ilmu, mencari ilmu adalah suatu hal yang
wajib dilakukan kita-kita generasi penerus bangsa termasuk aku. Pagi ini dengan
semangat yang menggelora, aku panaskan sepeda motor dan bergegas berangkat
sekolah tak lupa sambil mendengarkan musik dari ponsel, hal itu sudah menjadi kebiasaan
setiap berangkat sekolah. Ku kemudikan sepeda motor sambil mendengarkan musik, begitu
nikmatnya suasana pagi dengan kabut yang meraupi wajah.
“
Huuuuuuu dinginnya, tapi tidak masalah,” Kata ku.
Seperti
biasa sebelum aku berangkat sekolah, aku harus njemput si Triya temen sesekolah
ku.
“Akhirnya
sampai, Triya ayo….!”
“
Ya.”
“
Udah siap ?”
“
Udah.”
Saatnya
berangkat, jarak ke sekolah memang tidak terlalau jauh paling cuma 10 menit
nyampe apalagi ditambah kecepatan ku bawa motor yang sampai 80 km , memang sih
kecepatan segitu sudah terlalu cepat untuk ukuran perempuan, tapi tidak masalah
asalkan kita hati – hati, kita pasti selamat.
“
Hu akhirnya, sampai di sekolah,“ Sambil ku parkirkan sepeda motor di tempat
parkiran.
“
Eh Ya, ada PR engga?” Tanya ku.
“
Emmmmm, kayanya engga ada tuh ,” jawab Triya.
“
Oh, ya udah masuk kelas yu.”
Seperti biasa aku selalu duduk di bangku depan paling
pojok, ya walaupun rada bosan sih tapi engga papalah. Sambil nunggu si Zia
teman sebangku mending main facebook aja biar engga boring.
“
Asalammualaikum,” kata Zia
“
Waalaikumusalam,” jawab ku
“
Hai, ada PR engga ?” Tanya Zia.
“
Engga ada tuh!”
“
Kamu lagi ngapain sih, ko senyum – senyum sendiri?”
“
Engga, cuma lagi messengeran nih sama
orang ga jelas, masa dia bilang ke aku buat apa sekolah tinggi- tinggi , aku
aja ga sekolah bisa jadi pengusaha.”
“ Dasar, orang kurang kerjaan maksudnya apa ngomong
kaya gitu.”
“
Hmmmm.”
Bel
masuk udah bunyi, saatnya siap- siap untuk belajar, sudah setengah jam menunggu
ternyata hari ini ada jam kosong.
“
Kaya gini, lagi semangat belajar gurunya engga ada.”
“
Iya nih bikin BT !”
“
Gini Zi, menurutmu jika suka seseorang apa yang kamu lakukan?”
“
Ya ngomong sama orangnya dong, cie ada yang lagi jatuh cinta nih sama si
Muhamar yah.”
“
Siapa juga yang suka sama si Muhamar, engga banget.”
“
Masa jangan bohong deh, keliatan dari mukamu.”
“
Dibilangin engga koh, sumpah deh suer.”
“
Beneran, pasti di dalam hati bilangnya iya.”
“ Orang engga, beneran deh.”
Seperti
sudah menjadi kebiasaan setiap jam kosong pasti pada ngobrol sendiri-sendiri,
ada yang cuma berdua, ada juga yang bikin kelompok rumpi jadinya rame deh kaya
di pasar bukan lagi kaya di sekolah. Begitu juga dengan aku ikutan ngerumpi, ya padahal yang diobrolin tidak
bermanfaat sama sekali tapi asik. Selang
beberapa jam tidak terasa bel pulang berbunyi, aku berkemas dan langsung
pulang.
Sampai di rumah aku jadi ingat
kata-kata ku sama si Zia tentang si Muhamar, ternyata aku telah berbohong
tentang perasaan ku kepada si Muhamar. Habisnya aku malu dan takut kalo
perasaanku diketahui orang lain takut mereka ember.
Karena aku engga mau kalo sampai Muhamar tahu
bahwa aku suka sama dia, aku takut kalo dia benci sama aku dan aku juga tahu
kalo dia suka sama temanku apa lagi aku yang ndorong-ndorong agar dia sama
teman ku waktu dulu pas pertama masuk sekolah, itu yang selalu membuatku untuk menjaga
perasan ku agar tidak suka sama Muhamar.
Tapi itulah cinta sebesar apapun
kita membendungnya ternyata jebol juga. Dan sekarang cinta sedang membuat ku
menangis tak berdaya menahan rasa cinta ini, tapi aku selalu berdo’a agar aku
bisa menghilangkan rasa cinta ini dari hidup ku, karena jika rasa cinta ini
masih ada itu akan membuatku tersiksa.
Dan
do’a yang ku panjatkan kepada Allah adalah memohon agar Allah menghilangkan rasa
cinta ini , aku tidak mau ada orang yang
tersakiti dengan cinta ku ini, aku rela melepaskan Muhamar yang penting tidak
ada orang yang tersakiti gara-gara cintaku kepada Muhamar.
Sekarang
apa yang harus aku lakukan apa aku harus bilang ke Zia tentang perasaan aku
agar aku plong. Tapi aku takut kalo si Zia akan bilang ke teman-teman. Sudahlah
jangan terlalu dipikirkan.
Ke
esokan harinya aku coba menceritakan semua perasaanku.
ya walaupun
dengan kalimat-kalimat yang berbelit-belit aku mencoba menayakan beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan perasaanku.
“
Zi aku salah engga kalo aku jatuh cinta?” Tanyaku.
“
Ya engga lah, jatuh cinta itu hak semua orang tak terkecuali kamu An, hayo
pasti sama si Muhamar kan.”
“Emmmmmmmm,
ya aku jatuh cinta sama si Muhamar.”
“
Tuhkan bener, sejak kapan kamu suka sama dia?”
“
Aku juga engga tau, rasa itu tiba-tiba datang, mungkin karena kita dulu dekat
banget, becanda-becandaan bareng, sampai pernah kita marahan gara-gara becanda
berlebihan dan pernah juga becanda sampai kejar-kejaran kaya tikus dan kucing.”
“
Oh gitu, aku juga udah menduga kalo kamu suka sama dia.”
“
Tapi aku mohon ke kamu cukup kamu dan aku yang tahu tentang perasaan aku,
karena aku engga mau ada orang yang terluka gara-gara aku, dan aku juga mohon
bantu aku untuk melupakan Muhamar dalam hidup ku, bantu aku Zi.”
“
Masa kamu belum ngungkapin udah mau ngelupain, aneh deh!”
“Aku
engga mau ada orang tersakiti aku juga engga mau kalo perasaan ku terusan-terusan
terluka gara-gara cinta tak harus memiliki,
tolong bantu aku.”
“
Yah aku bantu kamu tenang aja.”
Akhirnya plong juga setelah aku
ngungkapin perasaanku ke si Zia jadi aku merasa tidak ada beban karena terus-terusan
bohong tentang perasaanku. Dan sekarang juga sudah ada yang ngebantuin aku
untuk melupakan rasa cinta ku kepada si Muhamar. Sekarang hal yang aku lakukan
untuk melupakan rasa ini adalah dengan perlahan aku mencoba menghindari dia dan
bersabar menahan rasa cemburuku ketika harus melihat dia dikerumuni banyak cewe
tak terkecuali juga cewe yang dulu membenci si Muhamar sekarang jadi deket
banget dan malah sudah saling membutuhkan. Tapi ada satu hal yang membuat aku
bahagia adalah mendengar dia sudah berubah menjadi pria yang cerdas, ya
walaupun sifatnya masih sedikit kaya anak-anak, tapi aku sudah sedikit lega
mendengar perubahanya. Dan sekarang aku harus move on.
By : Tina Dwiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar